Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Islam
Thursday, 26 May 2016
Add Comment
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Islam - Pendidikan demikian berpengaruh kepada perkembangan seorang manusia baik emosi, intelektual maupun sosial, dengan demikian pendidikan anak usia dini dalam Islam merupakan titik pemberangkatan agar anak menjadi sosok yang mata secara emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Pendidikan anak usia dini dalam Islam dimulai sejak anak di dalam kandungan, melalui berbagai metoda yang secara ilmiah memang bisa dibuktikan.
Betapa pentingnya masalah pendidikan anak usia dini dalam Islam, hal ini terbukti dengan anjuran Islam bahwa pendidikan anak usia dini dalam Islam harus ditanamkan sejak anak masih dalam kandungan. Bukan baru ketika anak akan memasuki dunia pendidikan formal atau sekolah dan lembaga pendidikan lainnya. Semua ini terkait dengan tauladan Rasulullah SAW untuk menuntut ilmu sejak dari buaian.
Belakangan telah banyak ditemukan oleh para peneliti psikolo perkembangan bahwa sejak di dalam kandungan, bayi telah mampu menerima berbagai rangsangan, sehingga bisa memastikan mana sentuhan ibu dan mana sentuhan ayahnya. Bayi di dalam kandungan juga terbukti mampu mendengar sekalipun tidak secara langsung memberikan respons.
Gambar Ilustrasi : Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Islam |
Dasar Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian bunda. Kira-kira itulah muatan yang terkandung dalam sabda Rasulullah SAW. Yang menganjurkan pada Anda – orangtua muslim untuk memberikan pendidikan pada anak-anaknya sejak dari buaian bahka n sejak dari dalam kandungan ibu. Ini konsep pendidikan anak usia dini dalam Islam.
Sabda Rasulullah SAW itu berbunyi, “uthlubul ilma minalmahdi ilal lakhdi”, yang maknanya tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat. Dengan demikian mendidik anak sejak dari kandungan sang Ibu berkaitan erat dengan dasar ajaran agama Islam, yang menjelaskan tentang hubungan antara orangtua dan anak, yakni Birul Walidain – atau berbuat baik kepada orangtua. Karena itulah betapa pentingnya pendidikan usia dini dalam Islam ini.
Serta firman Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW berupa surat Al-Alaq ayat 1-5. Yang bunyinya adalah : “Bacalah. Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah Menghidupkan. Yang menghidupkan manusia dari kegelapan. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang mengajarkan.” Jelas kata-kata pertama dari ayat tersebut adalah perintah untuk membaca, yang dapat dimaknai sebagai perintah untuk belajar kepada manusia. Tentu saja yang dinamakan belajar tidak melulu kegiatan formal di bangku sekolah.
Pendidikan tidak terikat waktu, baik mulainya maupun kapan berakhirnya. Dengan kata lain,konsep pendidikan anak usia dini dalam Islam, dimulai ketika seorang anak bisa memberi respons (dalam kandungan) sampai dengan waktu yang tidak terbatas atau sampai dengan akhir hayat. Sekalipun sudah tidak sekolah secara formal maupun telah pensiun dari pekerjaannya, seorang manusia akan tetap belajar, sadar atau tidak, mau atau tidak. Berbagai ilmu dan pengalaman baru selalu akan ditemukan terkecuali apabila telah tidak bernafas lagi.
Manajemen Keluarga dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Seorang anak adalah aset bagi Anda sebagai orangtua. Anak juga sebuah amanat dari Rabb kepada manusia. Anak itu generasi penerus bangsa dan generasi Islam muda. Maka jagalah mereka dengan bijaksana. Berilah pondasi yang kuat dan benar agar menjadi bekal anak mengarungi berbagai rintangan dalam kehidupannya kelak. Memberi pendidikan anak usia dini dalam Islam secara tepat, akan melahirkan generasi yang tidak saja pandai ilmu pengetahuan tapi pandai bersyukur sebagai makhluk Allah SWT.
Sabda Rasulullah SAW menunjukkan betapa pentingnya seorang anak belajar sejak dini. Namun kesadaran itu diharapkan datang dari inisiatif Anda sebagai orangtua, bukan dari si anak yang akal pikirannya belum berkembang optimal. Sejak lahir anak sudah dilengkapi penciptaannya oleh Allah SWT dengan panca indra serta akal pikiran untuk mencerna ilmu pengetahuan. Untuk itu, masa-masa usia dini adalah masa penting anak untuk mendapatkan stimulan (berbagai rangsangan) untuk membangun kemampuan berpikirnya. Tidak mengherankan apabila Islam sangat menekankan pendidikan anak usia dini ini.
Orang terdekat yang mendampingi anak pada masa-masa usia dini adalah ibu. Ibu sudah berinteraksi dengan anak sejak anak dalam kandungan. Kemudian berlanjut pada periode menyusui, dan akhirnya masa perkenalan anak terhadap segala sesuatu di bawah bimbingan ibu. Seorang ibu yang shalihah akan membimbing anak-anaknya menjadi saleh dan shalihah. Sebaliknya seorang ibu yang abai terhadap agama, akan abai pula terhadap pendidikan akhlak anak-anaknya.
Sebenarnya apabila kembali kepada fitrah sang anak, anak tidak terlalu perlu memasuki sekolah formal dalam usia dininya. Karena apabila dapat diterapkan manajemen keluarga yang baik dan teratur, anak dapat diasuh ibu untuk mendapatkan pendidikan anak usia dini bukan dari lembaga formal pada umumnya. Namun cukup dari sang ibu. Bermain bagi anak adalah belajar, dan semestinya ketika belajar pun bagi anak tetap harus mengandung permainan. Dan kedua konsep ini bisa diterapkan di rumah dengan bimbingan seorang ibu dan anggota keluarga lainnya.
Ada istilah ibu sebagai madrasah pertama bagi anak, ibu adalah sekolah pertama untuk anak. Ungkapan ini tidak berlebihan. Karena ibu sebenarnya adalah sumber daya manusia atau manpower terlatih dan terdidik untuk memberikan pendidikan dan pengajaran bagi anaka-naknya sendiri.
Perkembangan Anak
Anak saat masih menjadi sebuah nucleus di dalam rahim ibu sejatinya adalah telah menjadi seorang bakal manusia. Pertumbuhan janin tersebut terus berkembang sesuai dengan usia kehidupannya. Pada saat itu peran ibu sangat besar, karena harus menjaga kesehatan dirinya sendiri, serta mengkonsumsi makanan yang bergizi demi memberikan gizi yang mencukupi bagi
janin.
Pada usia dini pertumbuhan otak anak berkembang pesat, terutama pada usia 0 sampai 8 tahun. Karena antara usia tersebut, pertumbuhan otak anak meningkat hingga 80%, kemudian sisanya yang 20% berjalan sesudah usia tersebut berlalu. Itu artinya pada usia tersebut antara 0 sampai 8 tahun, terjadi proses perkembangan yang sangat cepat. Di masa-masa inilah justru seorang ibu harus lebih meningkatkan pengawasan terhadap anak, serta rajin memberi segala macam rangsangan yang sifatnya stimulant terhadap anak.
Contohnya dengan memperdengarkan lagu-lagu Islami, menunjukkan gambar dengan warna yang eye catching sesuai minat anak, juga mengasah otak kiri sebagai daya pengingat dengan membacakan doa-doa pendek kepada anak. Otak anak akan merekam semua itu, tanpa Anda sadari. Dan Anda akan terkejut bila mengetahui hasilnya.
Pilihan Antara Sekolah Formal atau Home Schooling
Pendidikan anak usia dini dalam Islam, sebenarnya tidak menyebutkan dengan pasti pilihan manakah yang terbaik untuk anak. Apakah pendidikan anak usia dini mereka dapatkan harus dari sekolah atau lembaga pendidikan formal, ataukan cukup didapatkan dari home schooling dengan ibu sebagai guru dan pendidik.
Namun sesuai dengan fitrah anak yang membutuhkan kedekatan yang lengkap dari kedua orangtuanya di usia dini mereka, maka metode home schooling dianggap yang paling tepat untuk diterapkan pada pendidikan anak usia dini dalam Islam. Selain orangtua dapat mengontrol, juga anak merasakan aman dan bebas bereksplorasi memperkaya dunia kecilnya di bawah pengawasan ibu atau Anda sebagai orangtua.
Menjadi Sahabat Sekaligus Teladan Anak
Rasulullah terkenal sebagai penyayang anak dan kerap menemani anak-anak bermain tanpa merasa canggung. Dalam sebuah riwayat, Sa‟ad bin Abi Waqqas bercerita bahwa dirinya pernah masuk ke rumah Rasulullah saat Hasan dan Husein tengah bermain di atas perut sang kakek.
Sa'ad lantas bertanya, Apakah Rasulullah mencintai mereka. Dijawab oleh Rasulullah, “Bagaimana mungkin aku tidak mencintai dua kuntum bunga raihanah ini?”
Di sela-sela aktivitasnya menemani anak-anak, Rasulullah selalu menyelipkan pesan-pesan keteladanan. Sebagai bagian dari pendidikan anak usia dini dalam Islam, orangtua pun memiliki peran penting terkait menanamkan keteladanan terhadap anak. Apalagi di zaman sekarang televisi sebagai media hiburan tak dapat diharapkan menjadi contoh yang baik bagi pembentukan akhlak anak-anak muslim.
Menggembirakan Hati Anak
Suatu saat setelah penaklukan Mekkah, Rasulullah meminta Bilal mengumandangkan azan di atas Ka‟bah. Saat Bilal melaksanakan tugasnya, beberapa musyrikin Quraisy mengolok-oloknya dengan menirukan suara Bilal.
Salah satu di antara mereka bernama Abu Mahdzurah, seorang anak bersuara merdu. Mendengar olok-olok Abu Mahdzurah yang waktu itu berusia 16 tahun, Rasulullah meminta agar dia dibawa menghadap beliau.
Abu Mahdzurah menyangka Rasulullah akan membunuhnya. Namun apa yang diperbuat Rasulullah? Beliau justru mengusap-usap ubun-ubun remaja itu dengan penuh kelembutan. Kontan hati Abu Madzurah pun luluh, terasa tersiram oleh iman dan keyakinan. Rasulullah lantas mengajarinya beradzan untuk penduduk Mekkah.
Satu hikmah yang dapat dipetik dari kisah di atas. Bahwa hati yang gembira akan lebih mudah menerima perintah, larangan, peringatan, atau bimbingan apa pun. Karena itu, penting bagi setiap orang tua untuk selalu membuat anak bergembira setiap saat. Tindakan kenakalan tidak sepatutnya dibalas dengan hardikan atau kemarahan.
Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak
Sebagai upaya menumbuhkan rasa percaya diri anak, Rasulullah menggunakan beberapa cara berikut:
- Saat sedang berpuasa, Rasulullah mengajak anak-anak bermain sehingga siang yang panjang terasa cepat. Anak-anak akan menyongsong waktu berbuka dengan gembira. Hal ini juga membuat anak memiliki kepercayaan diri sanggup berpuasa sehari penuh.
- Sering membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, resepsi, atau bersilaturahim ke rumah saudara sebagai upaya menumbuhkan kepercayaan diri sosialnya.
- Mengajari Al Quran dan As Sunnah serta menceritakan sirah nabi untuk meningkatkan kepercayaan diri ilmiahnya.
- Menanamkan kebiasaan berjual-beli untuk meningkatkan kepercayaan diri anak terkait ekonomi dan bisnis. Di samping itu, sejak dini anak akan terlatih mandiri secara ekonomi.
Memotivasi Anak Berbuat Baik
Anak-anak, terutama pada fase usia dini, cenderung lebih mudah tersentuh oleh motivasi ketimbang ancaman. Maka, hendaknya orang tua tidak mengandalkan ancaman untuk mendidik sang buah hati. Ketimbang banyak bicara soal murka Allah, siksa dan neraka-Nya, mengapa tidak memotivasinya bahwa kebaikan akan mendapat balasan surga dengan segala kenikmatannya?
0 Response to "Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Islam"
Post a Comment